Jumat, 22 Januari 2010

Hakikat Islam dan Hakikat Syirik (3)

dari : Kitab Al Haqaaiq fit Tauhid
oleh : Syaikh Ali Ibnu Khudlair Al Khudlair
alih bahasa : Abu Sulaiman



3.Yakin
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu” (Al Hujurat: 15)

Tidak ragu artinya yakin, maka syarat yang ketiga daripada Laa ilaaha illallaah adalah yakin, yaitu meyakini makna dan kebenaran akan Laa ilaaha illallaah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan dalam hadits Muslim dari Abu Hurairah radliyallahu’anhu: “Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah dengan membawa dua kalimah syahadah itu seraya dia tidak meragukan kandungan isinya melainkan dia masuk surga”.

Orang tidak akan meyakini sesuatu kecuali setelah dia mengetahuinya. Jadi yakin adalah hasil dari ilmu. Jika orang tidak mengetahui maka mana mungkin meyakininya.

4.Jujur
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan Allah bersaksi, sesungguhnya orang-orang munafiq itu benar-benar pendusta” (Al Munafiqun: 1)

Orang munafiq ketika mengucapkan Laa ilaaha illallaah mereka berdusta, maka keimanan mereka itu tidak sah, sedangkan lawan dusta adalah jujur.

Laa ilaaha illallaah, ketika pengucapannya haruslah jujur dari lubuk hati yang paling dalam, bukan di lisan saja. Orang munafiq mengucapkan Laa ilaaha illallaah di lisannya akan tetapi berbeda dengan apa yang ada di dalam hatinya. Orang munafiq bukan orang muslim di hadapan Allah, akan tetapi dia dihukumi muslim di dunia selama dia tidak menampakkan pembatal keislaman.

Ini adalah syarat lahir bathin yang harus direalisasikan oleh kita semuanya. Dan kita juga harus menyampaikan kepada manusia Islam yang seperti ini, Islam lahir dan bathin.

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Mu’adz radliyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang meninggal dunia, sedangkan dia bersaksi Laa ilaaha illallaah dengan penuh kejujuran dari hatinya, maka dia masuk surga”.

Jadi, pengucapan ini harus jujur, sedangakan kejujuran tidak akan terealisasi kecuali berasal dari pada suatu yang diyakini dan tidak mungkin dia yakin Laa ilaaha illallaah kecuali setelah dia mengilmui.

5.Mencintai
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan di antara manusia ada yang menjadikan andad selain Allah, mereka mencintai andad-andad itu seperti mereka mencintai Allah. Dan orang-orang yang beriman adalah amat cinta kepada Allah” (Al Baqarah: 165)

Orang tidak mungkin mencintai Laa ilaaha illallaah jika tidak memahami terhadap makna kandungan Laa ilaaha illallaah. Dalam hadits shahih Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan dari Annas radliyallahu’anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tiga hal yang mana bila ketiga hal itu ada pada diri seseorang maka dia akan mendapatkan manisnya keimanan, pertama Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya…”

Kecintaan kepada Allah tidak akan mungkin terjadi kecuali setelah mengenal Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

6.Qabul (Menerima terhadap konsekuensi) atau inqiyad (tunduk).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya mereka bila dikatakan kepada mereka Laa ilaaha illallaah, mereka menolak (menyombongkan diri)” (Ash Shafaat : 35)

Orang-orang kafir Quraisy Allah katakan bahwa mereka itu sombong, maka berarti mereka itu sebenarnya paham dan mengerti, mereka itu mengetahui dan mereka itu yakin juga tidak mendustakan. Di dalam hatinya mereka membenarkan akan tetapi mereka menolak untuk mengucapkannya karena mereka memiliki sifat sombong sehingga menolak tunduk kepada konsekuensinya…

Dalam hadits Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radliyallahu’anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidak mungkin masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah daripada kesombongan”

Karena kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menyepelekan orang lain. Jika seseorang menyepelekan atau meremehkan orang lain maka dia tidak akan menerima kebenaran yang datang dari orang tersebut.

7.Ikhlas
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ketaatan kepada-Nya”. (Al Bayyinah: 5)

Syarat di sini adalah ikhlas dan maksudnya adalah tulus karena Allah sebagaimana dalam hadits Al Bukhariy dan Muslim dari Utbah radliyallahu’anhu, Rasulullah mengatakan: “Allah mengharamkan atas mereka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah seraya menngharapkan Wajah Allah dengannya”.

8.Kafir kepada thaghut dan iman kepada Allah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Syarat yang terakhir dari Laa ilaaha illallaah adalah sebagaimana yang Allah firmankan:

“...Barangsiapa yang kafir kepada thaghut dan iman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah memegang al ‘urwah al wutsqa (buhul tali yang amat kokoh yang tidak akan putus)”. (Al Baqarah: 256)

Laa ilaaha illallaah tidak akan sah jika orang tidak kafir kepada thaghut, sebagaimana dalam hadits Muslim dari Abu Malik Al Asyja’iy dari ayahnya, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam mengatakan: “Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah maka haramlah darah dan hartanya”

Hadits “kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah” maksudnya di sini adalah kafir kepada thaghut. Di dalam hadits ini, orang ketika mengucapkan Laa ilaaha illallaah maka dia haram darah dan hartanya, dalam arti dia itu muslim, tapi syaratnya kufur terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, yaitu kufur kepada thaghut.

Itu adalah delapan syarat Laa ilaaha illallaah yang mana di antara syaratnya ada yang bersifat bathin dan di antaranya ada yang bersifat dhahir, sedangkan kita harus merealisasikan syarat-syarat itu semuanya. Karena orang yang merealisasikan syarat-syarat ini maka dia itu adalah orang muslim haqiqatan (orang muslilm yang sebenarnya)

Bisa saja seseorang merealisasikan di antara syarat-syarat itu hanya sebagiannya saja, umpamanya dia tidak merealisasikan syarat ikhlas dalam pengucapan Laa ilaaha illallaah, dia tidak tulus dalam mengucapkannya, maka jika dia tidak menampakkan pembatal keislaman yang dhahir dia tetap hukumi muslim, tapi secara bathin dia belum merealisasikan Laa ilaaha illallaah. Ini seperti layaknya orang munafiq, di mana dia adalah orang kafir di sisi Allah, akan tetapi selama dia tidak menampakkan pembatal keislaman maka dia dihukumi muslim di dunia.

Ketika kita merealisasikan dan ketika kita mendakwahkan kepada manusia haruslah Islam secara haqiqi (Islam lahir bathin). Adapan ketika kita bermu’amalah (berinteraksi) dengan orang lain, maka atas dasar Islam hukmi karena kita tidak bisa mengetahui apa yang ada di dalam hati orang lain, akan tetapi selama dia tidak menampakkan pembatal keislaman maka kita hukumi dia sebagai orang muslim secara hukum dunia. Adapun hakikat sebenarnya maka ia itu diserahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini sebagaimana hadits “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha illallaah Muhammad Rasulullah, mereka shalat dan zakat, bila merela melakukan itu maka mereka menjaga harta dan dirinya dariku kecuali dengan hak Islam dan penghisabannya adalah atas Allah”. (HR Al Bukhari Dan Muslim)

Sedangkan nestapa orang yang dihukumi muslim namun hakikatnya dia orang kafir, maka keadaannya adalah seperti apa yang Allah katakan :

“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka” (An Nisa: 145)

Ini adalah pasal tentang syarat Laa ilaaha illallaah, yang mana Islam terealisasi apabila delapan syarat ini terpenuhi pada diri seseorang. Dan yang harus diingat bahwa yang diharuskan adalah merealisasikan hal-hal ini bukan sekedar menghapalnya saja, karena bisa saja orang menghapalnya akan tetapi dia tidak merealisasikannya dan orang yang seperti itu banyak, maka orang yang seperti itu tidak akan mendapatkan janji-janji yang ada dalam hadits-hadits tadi. Dan bisa jadi orang tidak hapal apabila disuruh untuk menyebutkan apa saja syarat Laa ilaaha illallaah itu, akan tetapi dia benar-benar merealisasikan Laa ilaaha illallaah dan itu juga banyak.
Jadi, yang diperintahkan adalah pengamalannya, jika bersifat teori saja dan tidak membuahkan amal maka itu adalah tidak manfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar