Jumat, 22 Januari 2010

Hakikat Islam dan Hakikat Syirik (1)

dari : Kitab Al Haqaaiq fit Tauhid
oleh : Syaikh Ali Ibnu Khudlair Al Khudlair
alih bahasa & pendahuluan: Abu Sulaiman



Ikhwani fillah, materi kali adalah tentang hakikat Islam dan Hakikat syirik… dan kitab yang akan kita kaji kali ini berjudul Al Haqaiq Fit Tauhid yang ditulis oleh Asy Syaikh Ali Khudlair Al Khudlair.

Materi ini juga menjelaskan tentang banyak kekeliruan dalam memahami hakikat tauhid dan hakikat syirik yang diakibatkan pemahaman yang salah tentang keduanya, dan juga tidak bisa membedakan antara hakikat nama sebelum hujjah dan nama sesudah hujjah.
Oleh sebab itu Syakhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Allah telah membedakan antara nama-nama dan hukum-hukum sebelum dan sesudah risalah. Dan Allah juga menyatukan antara hal-hal itu dalam nama-nama dan hukum” (Majmu Al Fatawa : 20/37).

Dan beliau juga mengatakan: “Memahami atau mengetahui batasan-batasan nama dalam dien ini adalah WAJIB, terutama berkaitan dengan batasan apa yang telah Allah turunkan kepada para Rasul-Nya, terutama yang paling penting adalah memahami batasan antara hakikat tauhid dan hakikat syirik, karena di atas hal itu dibangun hukum-hukum yang banyak, oleh karena itu kekeliruan dalam masalah ini berbeda dengan kekeliruan dalam nama-nama yang lainnya”

Ibnu Jarir Ath Thabari rahimahullah menjelaskan dalam tafsir firman Allah ta’ala :

“Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan MEREKA MENGIRA bahwa mereka mendapat petunjuk”. (Al A’raf : 30)

Beliau mengatakan : “Sebagian kelompok, Allah memberikan mereka hidayah dan kelompok lain telah tetap kesesatan atas mereka karena mereka menjadikan syaitan sebagai pelindung (sembahan) bagi mereka selain Allah, dan mereka menyangka bahwa mereka orang-orang yang mendapat petunjuk”

Ibnu Jarir rahimahullah menjelaskan bahwa ayat ini termasuk dalil yang paling jelas dalam menjelaskan tentang kekeliruan ucapan orang yang mengklaim bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengadzab seorang atas maksiat yang dilakukannya atau kesesatan yang diyakininya kecuali bila dia melakukannya setelah mengetahui kebenaran, terus dia melakukannya sebagai bentuk pembangkangan terhadap Tuhannya.

Jadi, pernyataan bahwa Allah tidak akan mengadzab seseorang atas maksiat yang dilakukannya atau kesesatan yang dia yakini kecuali kalau dia meyakini atau melakukan maksiat tersebut setelah dia mengetahui dalil/kebenaran terus dia melakukannya sebagai bentuk pembangkangan terhadap Allah,maka sesungguhnya pernyataan tersebut adalah bathil dan digugurkan oleh firman Allah tadi.

Karena jika seandainya pernyataan itu benar, tentu TIDAK ADA PERBEDAAN antara kelompok yang sesat di mana dia mengira bahwa dia berada di atas kebenaran, DENGAN kelompok yang memang berada di atas kebenaran, sedangkan Allah telah membedakan antara keduanya di dalam nama dan dalam hukum.

Kemudian Syaikh Abdullathif ibnu Abdurrahman ibnu Hasan ibnu Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah menjelaskan: “Banyak sekali umat ini binasa karena sebab mereka tidak mengetahui batasan-batasan dan hakikat-hakikat suatu hal dan suatu perbuatan. Dan banyak sekali kekeliruan, keraguan, penyimpangan yang terjadi dengan sebab orang tidak mengetahui hakikat suatu nama atau suatu hal” (Minhajut Ta-sis : 12)

Contohnya di sini beliau menjelaskan tentang nama Islam dan Syirik, yang mana banyak orang tidak mengetahui hakikat Islam itu apa? dan hakikat syirik itu apa? Banyak orang yang tidak mengetahui hakikat keduanya mereka jatuh ke dalam kemusyrikan.

Ketika melihat realita orang yang tidak memahami apa itu hakiat Islam sedang dia mengira dirinya berada di atas keislaman, ternyata realita dalam perbuatan yang dia lakukan itu adalah kemusyrikan, dan dia tidak merasa bahwa dirinya syirik.

Karena tidak dapat memahami hakikat Islam dan hakikat syirik maka dengan hal inilah banyak orang yang terjatuh ke dalam kemusyrikan. Seperti realita zaman sekarang, ketika orang tidak mengetahui kedua hakikat itu, apalagi syirik hukum yang melanda pada zaman sekarang yaitu syirik demokrasi, banyak orang terjatuh ke dalam kemusyrikan ini tanpa mereka sadari, sedangkan Al Islam dan Asy Syirku itu adalah naqidlan (dua hal yang kontradiksi), seperti siang dan malam, tidak bisa keduanya bersatu dan tidak bisa kedua-duanya terpisahkan dari diri seseorang di dalam waktu yang bersamaan, jika tidak Islam berarti syirik atau kebalikannya pasti ada.

Seseorang tidak bisa dikatakan muslim sekaligus juga dikatakan musyrik di dalam waktu yang bersamaan, di mana jika bukan musyrik berarti dia muslim, dan jika dia bukan muslim maka berarti dia musyrik, jika ada syirik akbar maka tauhid pasti hilang. Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan berkata : “Jika syirik ada maka tauhid lenyap”.(Syarhu Ashli Dienil Islam).

Ketika orang menganut sistem syirik demokrasi maka tauhidnya pasti hilang, ketika orang membuat tumbal dan sesajian maka tauhidnya sudah pasti hilang.

Syaikh Abdullathif berkata : “Kejahilan (kebodohan) terhadap dua hakikat ini (Islam dan Syirik) atau kebodohan terhadap salah satunya menjerumuskan banyak manusia ke dalam kemusyrikan, ke dalam peribadatan kepada orang-orang shalih”.

Jadi, yang menyebabkan orang meminta-minta kepada kuburan, karena dia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu syirik, padahal dia tahu bahwa syirik itu dosa yang paling besar, yang mana kalau dia mati di atasnya maka tidak akan diampuni, oleh karena tidak paham hakikat syirik maka dia tidak menyadari bahwa apa yang dia lakukan adalah kemusyrikan. Dia tidak paham terhadap hakikat kemusyrikan ini, tidak paham akan hakikat Islam, maka dia merasa bahwa dirinya sudah Islam dengan sekedar mengucapkan Laa ilaaha illallaah, shalat, dan lain-lain, dia merasa dirinya Islam padahal perbuatan syirik sedang dia lakukan.

Ini adalah akibat kejahilan terhadap hakikat Islam dan hakikat Syirik. Bila salah satunya tidak diketahui maka hal itu menjerumuskan ke dalam kemusyrikan.
Syaikh Abdurrahman ibnu Hasan dalam Syarh Ashli Dienil Islam mengatakan: “Sesungguhnya orang yang melakukan kemusyrikan maka dia itu telah meninggalkan tauhid, karena tauhid dan syirik itu adalah dua hal yang bertentangan yang TIDAK bisa bersatu”.

Jadi, bila syirik dilakukan, seperti orang menyembelih untuk tumbal atau sesajian atau membuat tumbal, atau membuat undang-undang atau memutuskan dengan selain hukum Allah atau merestui hukum buatan manusia atau tunduk dan loyal kepadanya, atau mengikuti dan setuju dengannya, maka tauhidnya lenyap, dia bukan seorang muslim lagi, tapi dia orang musyrik.

Syaikh Abdullah Aba Bhutain rahimahullah mengatakan : “Di antara hal yang wajib untuk diperhatikan adalah mengetahui batasan-batasan apa yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencela orang yang tidak mengetahui batasan-batasan apa yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya dalam firman-Nya :


“Orang-orang Arab Badwi itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya”. (At Taubah : 97).

Jadi, di sini orang yang tidak mengetahui batasan-batasan apa yang telah Allah turunkan kepada Rasul-nya adalah dicela oleh Allah, maka kita harus mengetahui batasan-batasan tersebut agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang kita tidak mengetahui bahwa itu bertentangan dengan apa yang Allah perhatikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar