Minggu, 10 Oktober 2010

Jawaban Sufyan Tsauri (Tertuduh Intel Polri)



Surat ini terpaksa saya tulis dengan harapan ummat ini bisa melihat jernih dengan apa yang dituduhkan kepada saya, fitnah keji terhadap saya, sungguh sebuah fitnah yang besar yang bisa saja mencelakakan suatu kaum karena kebodohan, yang akhirnya kita semua menyesali itu.

Padahal umat ini diajarkan bagaimana mengelola berita yang datang, akhlak islam membimbing kita bertabayun terhadap berita yang datang, terlebih berita itu datang dari orang-orang fasik dan musuh-musuhnya, “Hai orang-orang yang beriman, jika orang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu,” (Al Hujurot ayat 6)

Dari ayat ini mengandung pesan yang sangat jelas bagi kita semua, manakala ada berita yang datang , terlebih dari musuh-musuh islam yang hendak merusak, menfitnah terhadap tentara tentaraNya Kaum Muwwahidin yang penuh barokah ini. Untuk meneliti lebih dalam dan bukan dzon (sangkaan buruk) yang diutamakan.

Umat ini memang terbiasa dengan berita-berita yang datangnya dari luar, mereka lupa dengan petunjuk yang Allah berikan melalui kitabNya. Sehingga tanpa sadar kita telah tercebur ke dalam kubangan dosa, terlebih dosa yang menyangkut hak anak Adam atau sesama manusia, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain, apa ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang”.(Al Hujurat ayat 12)

Demi Allah, sebetulnya saya tidak terlalu peduli dengan opini dan berita yang menyudutkan saya, khusus kepada para mujahidin dan muwwahidin yang datangnya dari musuh-musuh kami, mereka berusaha membunuh karakter para pejuangNya, “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama Allah) dengan mulut (ucapan-ucapan mereka) tetapi Allah tetap menyempurnakan cahayaNya meskipun orang-orang musyrik membenciNya”.(Ash Shof ayat)

Mereka rusak pribadi-pribadi tentaraNya, mereka adu domba kami, mereka menuduh kami, dengan tuduhan-tuduhan yang keji yang sebetulnya tidak kami perbuat kecuali orang-orang fasik, mujrimah, dan bajingan-bajingan itu.

Diantara para tentaraNya ada yang dituduh melakukan sodomi, perselingkuhan, dan menjadi calo jihad dan lain-lain. Dan kita semua tahu bahwa semua itu, “Orang-orang kafir mengadakan makar dan Allah pun mengadakan makar kepada mereka, dan Allah adalah sebaik-baik pembuat makar.” Untuk itu ya akhi muwwahid, bukanlah mukmin dan bukanlah seorang muwahidin atau mujahidin yang ikhlas yang kemudian kita mudah termakan adu domba musuh-musuhNya dan makar para penjahat-penjahat kesyirikan tersebut, tapi kita adalah ikhwah-ikhwah mujahidin wal muwahidin yang ikhlas yang telah ditarbiyah dari medan-medan dakwah dan jabhah (front) parit-parit jihad, dari madrasah-madrasah jihad syaikh kami Abdullah Azzam yang kemudian termakan dan begitu lemahnya lisan ini mengotorinya dengan ucapan-ucapan yang menuduh keji para tentaraNya.

Tetapi justeru fitnah, tuduhan, adu domba, dan penggembos penggembos jihad adalah dari lingkungan muslimin itu sendiri, berbagai berita yang seharusnya bisa menetralisir, memadamkan api fitnah justru menjadi sumber fitnah, mana adab dan akhlak yang kalian telah belajar darinya dan yang kalian ajarkan dari kitabullah dan sunnahNya? Kalian sepertinya sangat pandai seperti kementator sepakbola, kalian bodoh-bodohi kami dengan tuduhan isti’jal (terburu-buru), disusupi, tidak sabar, dan tuduhan-tuduhan lainnya. Sementara kami di sini di buru, dibunuh, berdarah-darah, berpeluh keringat letih, dan ditawan. Agar kami dilecehkan dan lain-lain, tapi kalian menyalahkan kami, membodoh bodohi kami, yang pada akhirnya saya adalah kambing hitam dari kegagalan ini. (kegagalan dari sisi politik meliter versi elhakimi-ed)

Saya terpaksa menulis karena desakan dari ustadz-ustadz di sijjin, malas dan capek mengomentari gonggongan dari luar dan memilih bersabar yang Insya Allah, Allah juga memberikan pahala bagi saya Insya Allah.

Adapun saya adalah mantan polisi adalah benar, sekali lagi mantan, saya sbetulnya adalah buah dari dakwah tauhid yang para da’i-da’i yang ikhlas serukan dan kibarkan. Saya rasa saya tidak perlu malu menyandang istilah mantan adalah fi’il madi yaitu kata kerja lampau, asal jangan saja mantan baik, dan mantan orang baik, tapi sekarang tidak baik.

Saya adalah orang yang ingin bertaubat dan minta diberikan kesempatan bertaubat memperbaiki diri saya dengan amalan-amalan yang seperti dicontohkan generasi terbaik umat ini yaitu sahabat, “Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia…” (Ali Imran ayat 110), “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (sahabat) kemudian orang-orang yang datang sesudah mereka (tabi’in) kemudian orang-orang sesudah mereka (tabiut tabi’in) (HR. Bukhari, tirmizi) Di dalam kitab Al Umdah di halaman 24

“Dan barangsiapa yang banyak dosa, maka obatnya adalah jihad karena Allah azza wajalla akan mengampuni dosa-dosanya seperti yang dikabarkan di Al qur’an dan Allah mengatakan di surah As Shoff ayat 12, “Niscaya Allah mengampuni dosa-dosammu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalirkan di bawahnya sungai-sungai…”

Bukankah taubatnya Ikrimah bin Abi Jahal, Kholid bin Walid, Wahsyi, Amr bin Ash, dengan berjihad…? ya. Dengan jihad! Mereka dulunya mengarahkan pedang dan tombaknya ke arah kaum muslimin kemudian mereka masuk islam dengan kemudian mengarahkan pedang dan senjatanya kepada orang-orang kafir dan murtad ya akhi. Lihatlah Kholid bin Walid ra yang menghunusan pedangnya kepada orang-orang murtad dan membuka jalan pembebasan Iraq dan Romawi, lihatlah Amr bin Ash yang berkiprah dalam Yarmuk dan pembebas Mesir, lihatlah Wahsyi yang pernah membunuh Asaddullah dan Sayyidus Syuhada (Singa Allah dan penghulu dari Syuhada) manusia terbaik dari paman nabi lalu taubatnya diarahkan untuk menombak manusia terjelek di zamannya yaitu Musailammah Al Kadzab (nabi palsu), dan lihat Ikrimah bin Abi Jahal yang dirinya dan ayahnya memusuhi dakwah nabinya yang mulia lalu pada futuh makah diampuni lalu bertempur pada Ghozwah Yarmuk sebagai Istisyhadiyin. Ya akhi, apakah orang seperti saya yang merupakan produk dari dakwah tauhid harus dikucilkan dan tak diberikan kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri dengan syahid di jalan Allah?

Saya sebetulnya sudah cukup bersabar dengan fitnah-fitnah dan tudingan miring ketika memutuskan keputusan berat ini yaitu keluar dari dinas atau ansharut thogut, tetapi justru dituding dan difitnah sebagai jasus, intel atau apalah yang tidak enak didengar.

Keputusan terbesar dalam hidup saya adalah keluarnya dari sistem yang tidak syar’i ini, bagaimana tidak berat: karena saya harus dikucilkan dari keluarga besar yang notabene adalah keluarga besar polisi karena ayah dan abang adalah koprs baju coklat, lalu lingkungan rumah dan lingkungan adalah asrama kepolisian yang saya harus dikucilkan dari lingkungan, kemudian saya kehilangan rekan-rekan karib, di tempat kerja, bukan itu saja bahkan jama’ah tarbiyah (PKS) tempat awal saya berkiprah dalam dakwah ini juga tidak sepi dari hujatan, tapi hidayah ini telah merasuk dalam jiwa ini, semua itu tidak membuat surut dengan sedikitnya kawan dan banyaknya orang yang menentang bukankah Allah mengatakan, “Engkau Muhammad tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasulnya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau keluarganya”.

Bukannya motivasi dan dukungan, apalagi tausiyah di dalam kesabaran tapi justru tuduhan dari sebagian ikhwah yang sebetulnya saya berharap mereka mau menerima saya dengan ikhlas, mareka tidak melihat proses keluar dari kedinasan adalah sulit bukan seperti satpam pabrik atau hansip kelurahan yang mudah untuk mengundurkan diri. Tapi tuduhan ini terus menerus tanpa saya ketahui apa penyebabnya, dan inilah yang pada akhirnya menjadi duri dalam langkah saya di dalam jihad Aceh, karena orang-orang ini (semoga Allah memaafkan) terus membawa kayu bakarnya di jalin janthoi (dalam hal ini ustadz Aman dan Akhina Yudi lebih tahu) kasus ini juga pernah saya adukan kepada pak Yahya (Dulmatin), Ustadz Abdullah Sonata, dan ustadz Aman berkenan mendamaikan).

Ternyata jalan kebaikan tidaklah mudah yang saya bayangkan, tetapi jalan ini banyak sekali belokan dan lubang bahkan duri yang siap menghadang, tapi karena kesungguhan Allah memberikan jalan kemudahan dan jalanNya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami, dan sungguh Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.”

Adalah ustadz Hamzah@Yahya@Dulmatin rhm dan ustad Mus’ab@Sughoh dan ustadz Urwah@Bagus Budi Pranoto ra yang dengan tangan terbuka menyambut sikap dan taubat saya, hati mereka bersih sebersih sutra dan kaca sehingga Allah mengambil mereka dikarenakan keikhlasan mereka jual beli yang tidak merugi ini.

Mereka-mereka inilah yang mengenalkan saya kepada Al Qaeda dan merupakan kebanggaan bagi saya, dan membuat saya begitu terharunya bahwa saya diberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam jalan jihad bersama kafilan syaikh kami tercinta Usama bin Ladin dan Syaikh kami tercinta Ayman Al Dzawahry hafizhahullah anhuma

Dalam hal ini saya tidak ada urusan dengan JAT (jama,ah anshorut tauhit) JI (jama’ah Islamiyah) NII (Negara islam indonesia) ataupun cabang-cabangnya, MMI (majelis Mujahidin Indonesia) atau apalah…. karena kami adalah AL-QOIDA, jadi saya jangan dikait-kaitkan dengan jama’ah yang bergerak dalam dakwah ini. Kami bergerak karena berangkat dari rasa keprihatinan kami terhadap umat ini, terlalu lama mereka tidur yang sudah saatnya bangkit dari tidur mimpinya yang panjang, mereka dikuasai oleh tangan-tangan najis yang kotor baik kafir asli maupun murtadin yang merampok harta kaum muslimin yang denganya mereka melanggengkan kemusyrikan dan kekafiran, kami hanya ingin mengatakan tuhan kami adalah ALLAH dan beristiqomah dengan kalimatNya, kami hanya ingin membebaskan manusia sebagaimana Robi’ bin Amir ketika berhadapan dengan Rustum: ”kami datang untuk membebaskan manusia dengan tuhannya manusia” dari sempitnya dunia kepada keluasan islam, dari gelapnya kekufuran kepada cahaya islam, dari kezoliman penguasa kepada keadilan islam.

Kami hanya ingin kalimat ALLAH menjulang tinggi dan kalimat kekufuran runtuh. Dan hanya dengan pedang inilah kami menghunus leher kekufuran, kami memulai meletakkan batu pondasi tauhid sebagaimana nabi kami mengajarkan kepada kami untuk menjadi laki-laki sejati.

Tapi sekali lagi kami adalah manusia yang pasti ada kelemahan dan salah, kami bukanlah malaikat yang tanpa salah dan selalu sempurna. Adapun yang menimpa kami sekarang adalah: “Setiap bencana yang menimpa kamu di bumi dan yang menimpa dirimu semuanya telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfudz), sebelum kami mewujudkannya, sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”. (Al Hadid ayat 22)

Ini adalah takdir kami yang sudah ditentukan oleh Allah Ta’ala


Kronologis Latihan Di Mako Brimob

Adapun tentang kami latihan di kelapa dua mako Brimob adalah benar adanya, sebetulnya yang membuka atau membocorkan pertama kali latihan di Kelapa adalah akhi Mus’ab atau martunis dari Bireun ketika menyerahkan diri di Langsa (semoga Allah mengampuninya) sekitar akhir Maret 2009, sebetulnya latihan menembak di Kelapa Dua sudah diwacanakan sebelum anak–anak Aceh ke Jakarta, waktu itu Bapak Sutrisno (sudah tertangkap karena menjual senjata api untuk Aceh kepada penulis) menawarkan bahwasanya kalau mau latihan menembak bisa tapi bayar, karena menurut pak Sutrisno banyak artis atau pengusaha atau perbakin biasa main di sana karena biayanya lebih murah ketimbang di Senayan.

Saya tertarik untuk latihan karena sudah lama tidak menembak semenjak keluar atau disersi dari kepolisian, terlebih kami yang pernah di kewilayahan juga memang orang latihan menembak. Waktu itu saya sudah punya kelompok kecil (Fiah) yang mana ada rencana untuk latihan tapi dengan syarat celana (dipanjangkan) dan jenggot–jenggot kita dipotong (agar tidak curiga) karena kita latihan di sarang MACAN.

Entah kenapa waktu itu tidak jadi, dan lupa karena saya bersama sighoh (DPO) harus ke Aceh untuk keperluan daurah bagi anak–anak Aceh (kelompok Aceh). Saya di Aceh bersama ustadz Hamzah (Dulmatin), ustadz Sighoh, mengisi acara di sana dan memberi struktur–struktur ikhwah–ikhwah di sana agar lebih rapi, dan waktu itu kami memilih sorang ikhwan untuk menjadi Mas-ul (penanggung jawab) dakwah tauhid wal jihad yang akan menjadi cikal bakal Jama’ah Jihad di Aceh.

Materi yang disampaikan:

- Ustadz Yahya (Dulmatin) : Amniyah lid’dakwah wal JIHAD

- Ustadz Sighoh (Mus’ab): Imaroh, jama’ah

- Saya sendiri: Ukhuwah bainal muhajirin wal anshor

Dalam hal ini kami belum mengenal FPI Aceh tapi salah satu peserta adalah akh Tnk Mukhtar dari Dayah Daarul Mujahidin-Lhok Seumawe-Aceh Utara. Waktu itu sekitar bulan Januari 2009, seiring invasi Israel ke kota Gaza yang menimbulkan solidaritas hampir di dunia islam dan barat, juga mengundang simpati di dalam negeri dan banyaknya penggalangan dana (sunduk) dan munasyaroh di berbagai tempat.

Setelah dauroh kami diajak Tnk Ahmad dan Tnk Mukhtar (tertangkap semoga Allah memberikan kesabaran bagi keduanya) untuk bersilaturahmi ke Abu Muslim atau Tnk Liem (semoga Allah memaafkannya di akhir jihad dia berbalik dan merayu Tnk Mukhtar untuk menyerahkan senjatanya ke aparat) waktu itu kami bersama:

- ustadz Hamzah atau Yahya atau Dulmatin Rhm

- Ustadz Sighoh atau Mus’ab hafizhohullah

- Syaikh Ali warga Tunisia

- Tnk Marzuki ra

- Yudi dll

Pertemuannya ini hanya silaturrahmi biasa, lalu kami pulang ke Jakarta bersama Dulmatin dan Sighoh. Tak lama kemudian Yudi meminta saya untuk melatih anak-anak relawan FPI Aceh (karena di Aceh ada mobilisasi pengiriman ke Gaza), maka diadakan tadrib askari selama empat hari. Sebetulnya saya waktu itu, saya tidak berkenan melatih dan sempat saya tawarkan kepada ustadz Hamzah atau Dulmatin. Dia juga tidak berkenan, dan mempercayakan kepada saya. Yudi dan Tnk Ahmad bersahil meyakinkan saya, bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untuk memperbanyak kader atau rekrutmen calon mujahid dan akhirnya saya pun mau dengan syarat bahwa tiket pesawat ditanggung pp, karena selama di Aceh saya yang selalu membiayai akomodasi maupun tiket ke Aceh.

Dua hari di Jakarta saya langsung terbang ke Aceh untuk mentadrib mereka, dengan materi yang saya dapatkan di militer (kepolisian). Saya memberikan pengetahuan seperti pertempuran jarak dekat (PJD), pengetahuan teknik tempur, patroli dll. Dan ternyata benar kami menemukan mereka orang yang sedang bersemangat untuk berjihad di Palestina untuk membela saudara–saudara mereka, dan saya masukan sedikit tentang jihad global kepada mereka. Selesai 4 hari latihan saya langsung pulang ke Jakarta karena lama tidak bertemu anak–anak dan istri karena dauroh dan ditambah lagi 4 hari lagi.

Bulan February akhir saya di telpon Tnk Mukhtar bahwa mereka sudah di Jakarta tepatnya di petamburan Jakarta Pusat markas FPI bersama 17 orang dari Aceg diantara mereka adalah:

- Abu Rimba, Mukhlis, Taufik atau Abu Sayyaf

- Ja’far, Abu kuring, Mus’ab, Syam, Budiman

- Mansur, Tnk Muktar, Tnk Jalal, dll

Muktar dan Tnk Jalal bercerita kepada saya bahwa anak-anak Aceh sangat geram karena telah ditipu leh Yusuf Al Qordhowi-ketua FPI Aceh-ed (semoga Allah memburukkan wajahnya) karena tidak ada kebijakan FPI untuk mengirim relawan ke Gaza, adapun pelatihan dan pengiriman ke Gaza adalah inisiatif Yusuf Qordhowi untuk bisa menggalang dana sebanyak-banyaknya di Aceh (karena hampir di tiap kota seperti Samalanga, Bireun, Banda Aceh, Lhok Semawe, Pidie diadakan sunduq (kotak infaq) untuk palestina dengan menggalang dana). Saya melarang kepada anak-anak yang akan mengeroyok Yusuf Qordhowiàketerangan ini Tnk Muktar) akan menjelaskan.

Saya sempat mengajak anak-anak untuk berkunjung ke rumah saya, hanya sekedar silaturrahim dan menasehati mereka dengan selalu bersabar dan jangan dendam, dan waktu itu saya mencari jalan tengah dan tinggal sementara di rumah saya saat itu mereka ada 7 orang selebihnya pulang ke Aceh.

Adapun yang membuat mereka marah adalah karena mereka merasa ditipu di Aceh oleh Yusuf Qordhowi, karena ternyata pengiriman Aceh adalah akal-akalan Yusuf (semoga Allah balas apa yang diperbuatnya) -ed

Yang ke dua mereka malu ke Aceh lagi karena sudah terlanjur di Peuseujuk dan Kenduri sehingga mereka tidak jadi ke Palestina (dalam hal ini biar lebih obyektif biarlah akan dijelaskan anak-anak semuanya seperti Muhsin, Abu Rimba, dan Tnk Muktar) dan selama tinggal di Jakarta mereka belajar agama dan diberikan materi oleh beberapa ustadz diantaranya:

- Ustadz Abdullah Sonata

- Ustadz Khaidir @ HASAN dpo Ex Afgan 5

- Ustadz Sighoh @ Mus’ab

- Ustadz Hamzah @ Yahya@ Dulmatin

- Ustadz Zein

- Ustadz Sofyan (saya sendiri)
— Yudi Zulfahri untuk mengisi hari-hari mereka di Jakarta.

Ada waktu 1 bulan lebih mereka di Jakarta dan Insya Allah mudah-mudahan bermanfaat, dan saya sempat teringat dengan janji pak Trisno tentang latihan di Mako Brimob, dan saya waktu itu ada senjata Revolver yang saya beli dari pak Trisno dan kami tanyakan berapa biayanya dan pak Trisno menjawab 3 juta untuk 5 orang. Saya sempat merubah penampilan teman-teman dan memotong jenggot, menurunkan celana dan mengubah dialek anak-anak Aceh dengan dialek Jakarta atau mereka diam saja jika tidak ditanya. Saya dan anak Aceh hanya tiga orang. Mereka adalah;

- Mus’ab-FPI @ Martunis (menyerahkan diri)

- Jakfar @ Heri (tidak ikut)

- Muhlis @ mu (tidak ikut)

Sebelum berangkat latihan mereka kita dan Dani dengan pakaian satpam, stelan topi dan kaos satpam dan saat itu mengaku dari Bank Mandiri, karena saya mengajak teman dari Bank Mandiri.

Kami pun tiba di sana dan latihan menembak dengan masing-masing 10 peluru dan senapan panjang jenis styer 10 peluru, dan ternyata memang benar setelah kami di sana memang saya melihat banyak warga sipil yang ikut menembak bersama kami, lihat apakah saya melibatkan FPI yang ikut latihan menembak ini dalam kasus teroris Aceh baru-baru ini…? Kecuali 1 orang yang kwalitasnya mudah menyerahkan diri seperti Mus’ab. Dan silahkan cek kepada Bpk Sutrisno dia tinggal di Depok Jl. Laut Aru, Kel Bakti Jaya Kec. Sukmajaya-Depok, tapi sekarang saya bersama dia di sini menjadi tahanan teroris di Polda Metro Jaya.

Saya tertangkap tanggal 6 maret 2010 tepatnya di pertigaan Jl Raya Narogong—Cilengsi Bekasi Jawa Barat. Tertangkapnya saya di Jakarta karena ketidak sabaran saya ingin bertemu dengan anak dan istri saya waktu itu.

Tanggal 22 February 2010, setelah tertangkapnya Yudi kemudian terbongkarnya latihan di Aceh besar, saya yang memimpin camp 2 di Bireun sempat menampung beberapa orang yang berhasil lolos, di antara mereka yang saya tampung sebagian besar syahid di antaranya:

- Saptono (tertembak di Cikampek)

- Maulana (tertembak di Cawang)

- Ridwan ( tertembak di Pamulang)

- Hasan @ Black Barry-Filipina (tertembak di Pamulang)

Tanggal 24/3/2010 ternyata camp kami yang menjadi alternatif juga terbongkar, saya berempat diantaranya, Maulana, Taufik @ Abu Sayyaf, Tnk Ahmad, dan saya sendiri juga berhasil lolos dari kepungan, bi-idznillah kami berempat menyusuri bukit-bukit, kebun-kebun dan hampir tertangkap dan alhamdulillah kami sampai jalan raya dan kami pergi ke Lhok Samawe. Di Lhok Samawe kami berpisah menjadi dua kelompok:

Saya bersama Maulana dan Taufik bersama Tnk Ahmad (kasus penggranatan kantor UNICEF PBB dan penembak warga Jerman dan USA di Banda Aceh), turun di Idi Aceh Timur, sementara saya turun di Langsa Aceh Timur dan menginap di sana. Waktu itu tanggal 25 saya berpisah dengan Maulana dan ini pertemuan terakhir saya dengan beliau dan kata-kata yang saya dengar adalah, “Jika ada umur kita bertemu lagi akhi, Insya Allah” dan saya sendiri di Langsa kemudian menghubungi istri untuk ke Langsa dari Lhok Semawe. Kami kemudian menginap 1 malam di Langsa-Aceh Timur, dan mendapat kabar bahwa senjata saya dua Ak47 berhasil ditemukan oleh aparat, saya tidak habis pikir kenapa senjata bisa ditemukan, dan ternyata saya mendapat kabar berita dari Tnk Ahmad senjata itu ditimbun di hutan beserta 17.000.000 butir amunisi dan sepucuk Revolver 38, karena senjata sudah tertangkap musuh, saya berinisiatif membeli lagi di Jakarta, karena kita mau bertempur tapi senjata tidak ada.

Lalu saya memutuskan pulang sementara untuk mengambil senjata itu yang katanya ada ak47 dua pucuk dan AR 15/M16 tiga pucuk dan satu pucuk RPD (senapan mesin), lalu tanggal 28 saya ke Medan dan tanggal 1 Maret saya ke Jakarta untuk menitipkan istri saya yang ke dua ke rumah adik saya, dan tanggal 2 Maret saya tiba di Jakarta melalui darat dan sempat menginap di rumah rekan saya di Depok sambil melihat sitiasi yang ternyata kejadian kontak senjata antara ikhwah-ikhwah kita yang dijantho dengan Densus 88 di Lemkabeu. Saya mendapat berita, berita ini dari internet dan TV. Saya teringat bahwa barang-barang senjata harus dibeli dan langsung menghubungi ustadz Sonata agar bisa menghubungi ust Yahya (Dulmatin) tapi ternyata mereka tidak mau ketemu saya lagi, karena situasi sudah mencekam, dan lemaslah saya karena kalau begini saya tinggal menunggu waktu saja. Untuk menyiapkan perlawanan saya mengambil jenis senjata FN Browning cal 9mm dengan 600 butir peluru, saya berdo’a ya Allah karuniakanlah syahid di jalanMu. Waktu itu saya mendapat kabar bahwa perburuan semakin gencar dan saya berniat bertemu dengan anak-anak dan istri yang pertama, karena bisa jadi mereka tidak bertemu dengan abinya lagi.

Waktu itu saya tidak tahu saya termasuk target utama setelah Dulmatin dan Sonata. Jadi bertemu dengan anak istri tidak berbahaya padahal 24 jam istri terus dipantau dan diikuti, dan ketika janjian di kota Wisata Cibubur dekat Cilengsi inilah istri terus diikuti dari belakang, waktu itu saya sudah firasat tidak enak karena malamnya saya bermimpi tertangkap polisi setelah saya meludah 3x dan beristigfar, saya ceritakan mimpi ini kepada istri.

TAXI yang ditumpangi istri waktu itu sempat nyasar-nyasar dan saya sempat mengancam untuk menggagalkan pertemuan ini, karena sudah hampir 30 menit lebih menunggu di pinggir jalan. Sesuatu yang tabu menurut saya, dan ternyata densus memang telah memantau saya dari jauh (ini saya mendapatkan berita dari Densus yang menangkap saya waktu itu) dan ketika telah terlihat taxi yang ditumpangi anak dan istri saya pun masuk ke dalam taxi, dan meninggalkan adik ipar saya yang mengantar saya pake motor dan dia terus mengikuti taxi dari arah belakang. Dan ketika di pertigaan jl. Raya Norogong Cilengsi Bekasi ketika akan belok ke kanan, saya melihat mobil taxi kami di hadang dan kemudian saya melihat orang-orang bersenjata menghentikan dan membuka pintu mobil taxi belakang dan mengarahkan senjatanya ke arah saya, dan ketika itu posisi saya sedang menggendong anak saya yang ke 2 Abdullah Thoriq Jihadi (3,5 tahun) dan di samping kiri saya adalah anak saya yang pertama yaitu Al Muhandis Yahya Ayyash (7 tahun), dan disebelahnya adalah ummi yang sedang menggendong anak bungsu (Aisyah Syahidah Kamila, usia 10 bulan). Ketika kaget dan terpana, terdengarlah beberapa letusan senjata api yang mengagetkan anak-anak saya sehingga semuanya menangis, lalu anak saya yang ke 2 yang sedang saya pangku diambil dari saya dan ketika akan melihat ke belakang senjata sudah di arahkan kepada saya semuanya, ketika itu saya sadar akan tertangkap dan ketika akan melakukan perlawanan saya berfikir pasti anak-anak dan istri akan terkena tembakan dari mereka karena melihat mereka begitu dekat dengan saya, istri dan anak-anak. Maka ketika itu saya diseret keluar dan ditelungkupkan di pertigaan jalan dan diinjak bahu saya dan terdengarlah tembakan lagi yang membuat anak yang ke 2 menangis menyebut-nyebut abinya, dan ketika kaki di rantai dan tangan dirantai kemudian senjata FN saya, dompet dan tas diambil, lalu dimasukan ke dalam mobil. Dan ternyata kejadian tersebut dilihat oleh adik ipar saya yang mengabarkan kepada istri saya yang ke 2 bahwa mas Iyan (saya) sudah ditembak polisi.

Di jalan tadi, lemas semua termasuk istri saya yang ke 2 (Inong) dan adik kandung saya beserta suaminya (mas Heru), yang mengira saya sudah meninggal, dan setelah itulah kami terus digenjot sampai pagi untuk menanyai tentang keberadaan kawan-kawan dan berasal dari mana senjata-senjata tersebut, hingga bila ditotal 30 pucuk dan hampir 30 ribu peluru yang ditemukan untuk eksperiment jihad Aceh. Ini adalah sedikit dari pengalaman di dalam mengarungi medan dan parit jihad sebagai buah manisnya dakwah tauhid ini.

Kami yang berdarah-darah, terluka, diburu, dan terbunuh karena membela tauhid, sementara masih ada orang yang tega dengan terus menjelekkan dan bahkan makan dari hasil berita-berita kami. Waallahu a’lam allahul musra’an



Yang Terzolimi,

Sufyan Abu Ayyash

Sumber: www.tauhidnews.wordpress.com, lihat juga: Lintas-tanzhim

Jumat, 08 Oktober 2010

Akar Terorisme di Indonesia




Masalah terorisme selalu menjadi perhatian publik di Indonesia. Beragam pendapat diutarakan, beragam solusi diusulkan, namun sangat jarang yang melihat akar persoalannya.

Presiden SBY, diamini para pembantunya, berusaha meyakinkan bahwa akar terorisme adalah kemiskinan dan kebodohan. Sebuah analisis yang kurang cerdas mengingat beberapa orang yang dituduh teroris justru bukan orang bodoh dan miskin.

Dr. Azahari misalnya, seorang doktor dan dosen universitas ternama. Jelas dia tidak bodoh, tidak juga miskin atau pengangguran tanpa kerjaan. Di level dunia, tertuduh gembong teroris adalah Usamah bin Ladin, seorang lulusan univertas dan pengusaha konstruksi terkemuka di Timur Tengah. Wakil Usamah adalah dr. Ayman Azh Zhawahiri, seorang dokter spesialis bedah. Bodoh sekali orang yang menganggap Ayman miskin dan bodoh.

Dari beberapa contoh tadi, jelas analisis tersebut kurang valid, kalau tidak bisa dibilang ngawur. Mungkin juga yang ngawur bukan SBY, melainkan para pembantu dan pembisiknya.

Di sisi lain, kelompok liberal dan sekuler melihat bahwa penyebabnya adalah ajaran agama Islam. Ayat-ayat dan hadits yang mendorong perilaku radikal dituding jadi kambing hitam. Ini sejalan dengan upaya Amerika untuk menghilangkan poin-poin syariat Islam tentang jihad fi sabilillah yang dianggap sebagai biang ideologi terorisme. Di Timur Tengah, misalnya, mereka mengedarkan Furqanul Haq. Sebuah versi Al-Quran edisi minus ayat-ayat jihad.

Padahal, tak hanya Islam, agama lain juga memiliki konsep “jihad.” Lihat saja Kristen, apa yang membuat mereka bisa melancarkan Perang Salib selama beberapa abad kalau bukan konsep mereka tentang Holy War?

Maka pandangan kelompok liberal dan sekuler ini tidak fair. Mereka ingin dunia damai dan aman dari terorisme, tetapi kuncinya dengan mengebiri semangat perlawanan umat Islam pada penindasan dan penjajahan. Maklum saja, majikan mereka, bangsa-bangsa penjajah Barat, sangat khawatir menghadapi perlawanan jihad Muslim.

Pada masa lalu, Inggris menciptakan sekte sesat bernama Ahmadiyah di India yang sedang dijajahnya. Pemimpinnya, Mirza Ghulam Ahmad, mengharamkan jihad melawan Inggris. Ia juga membanggakan Inggris sebagai tuan besar yang wajib ditaati. Yang lebih gila, ia mengaku nabi dan mengkafirkan orang Islam yang tak percaya pada kenabiannya.

Sangat jelas bahwa Inggris ingin melemahkan semangat jihad Islam agar bisa leluasa menjajah India. Menguasai dan menguras potensi alamnya. Sebuah metode menetralisir musuh agar tak terus melawan.
Padahal melawan penindasan, perang dan militer adalah hal yang manusiawi. Manusia pasti ingin survive. Manusia pasti ingin melawan jika ditindas dan diperlakukan tak adil. Apapun agamanya, apapun rasnya. Bahkan semut pun menggigit jika manusia merusak sarangnya.

Terorisme yang dituduhkan kepada sekelompok umat Islam yang berjihad sebenarnya adalah upaya perlawanan. Sudah terlalu lama umat Islam dijajah, ditindas dan dikuras kekayaannya. Sudah terlalu banyak darah tertumpah oleh bangsa-bangsa penjajah Barat yang kafir.

“Teroris” menyerang sasaran sipil karena Inggris, Amerika dan penjajah lain tak segan membantai Muslim sipil. “Teroris” meledakkan bom karena negeri-negeri Muslim yang dijajah diratakan dengan rudal dan roket. “Teroris” merampok musuhnya karena kekayaan alam negeri mereka dikuras para penjajah dengan bantuan boneka lokal yang setia pada tuannya.

Akar persoalan teroris, jika mau jujur, sebenarnya adalah upaya menuntut keadilan. Rangkaian bom Natal dan bom Bali terjadi karena dipicu serangan Kristen pada Muslim di Ambon. Muslim dizhalimi tetapi tak ada pembelaan memadai dari aparat keamanan. Pada titik ini pembalasan menjadi pilihan.

Bahkan jika ditarik lebih jauh, munculnya Darul Islam (DI/TII) pada 1949 pun merupakan reaksi Muslim pada ketidakadilan. Awalnya Muslim dan Kristen sudah sepakat dalam perumusan UUD 1945. Panitia Sembilan menyepakati Piagam Jakarta yang menjamin berlakunya syariat Islam bagi Muslim dengan rumusan “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

Baru sehari merdeka, kesepakatan itu dikhianati, seorang tokoh Kristen dari Indonesia Timur mengancam akan keluar dari NKRI. Melalui seorang perwira Jepang, tokoh itu menekan Soekarno dan Hatta agar menghapus kewajiban menjalankan syariat Islam dari Konstitusi. Inilah benih separatisme pertama dalam sejarah Indonesia, mengancam memisahkan diri dari republik karena dengki pada umat lain yang ingin menjalankan syariatnya.

Akibatnya terjadilah kezhaliman hukum. Umat Islam mayoritas tetapi dihalangi menjalankan hukum syariatnya. Mereka dipaksa tunduk pada hukum Kristen dan sekuler warisan Belanda. Apalagi diplomasi Soekarno waktu itu begitu mengalah pada Belanda, perundingan Rennville membuat Jawa Barat dikosongkan. Wilayah dan penduduknya yang Muslim seolah diserahkan pada Belanda.

Inilah yang memicu Darul Islam berdiri. Ketidakadilan persoalan hukum dan ketidakpuasan karena diserahkan pada Belanda. Ini juga akar semua perlawanan Islam di Indonesia. Sebenarnya mereka hanya menuntut satu hal saja, bisa menegakkan syariat Islam untuk dirinya sendiri.

Namun keinginan itu selalu dihalang-halangi. Para aktornya pun selalu itu-itu saja. Piagam Jakarta dijegal berkat tekanan seorang tokoh Kristen. Renville ditandatangi PM Amir Syarifudin yang Kristen. Komji hingga Tanjung Priok didalangi oleh Benny Moerdani.

Terakhir, konspirasi itu semakin telanjang. Muslim di Kalimantan dibantai oleh Dayak Kristen, berlanjut ke Ambon dan Poso. Kasus di Poso bahkan menunjukkan adanya kerjasama Protestan dan Katholik. Fabianus Tibo cs yang Katholik memimpin serangan awal kepada Muslim. Belakangan mereka merasa diumpankan oleh kelompok Protestan.

Kemudian, Muslim bereaksi dan melawan. Mereka berhasil membalas dan menghentikan kezhaliman Kristen. Tetapi mereka yang melawan kemucian diberi cap teroris dan disikat tanpa ampun dengan Densus 88. Unit khusus yang dibiayai Amerika dan Australia.

Unit itu jelas sekali diproyeksikan untuk memusuhi Muslim. Mereka dipuji-puji ketika menangkap, menyiksa dan membunuh Muslim. Namun ketika mereka menangkap aktivis RMS, Australia mengancam akan menyelidiki kasus itu sebagai “pelanggaran HAM.”

Kini Densus 88 diotaki oleh Gorries Mere. Secara resmi komandannya Tito Karnavian. Namun insiden ributnya Densus di Polonia dengan Provost AU membuktikan hal lain. Gorries memimpin langsung di lapangan meskipun ia sebenarnya bertugas di Badan Narkotika Nasional (BNN).

Semua rangkaian di atas membuktikan satu hal: semua kezhaliman yang menimpa umat Islam di Indonesia dan seluruh dunia merupakan buah konspirasi penjajah Barat yang Kristen dengan boneka lokalnya. Sementara semua aksi perlawanan, yang dicap terorisme, adalah reaksi terhadap kezhaliman tersebut. Inilah akar terorisme yang sebenarnya.

Sumber: Majalah AnNajah Solo