Senin, 31 Mei 2010

Wahai Ayah & Ibu, Bergabunglah Dengan Kami



Oleh Ust.Abu Sulaiman



Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah aku, niscaya Aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (QS. Maryam [19] : 43)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah.” (QS. Maryam [19] : 44)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Wahai bapakku, Sesungguhnya Aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi syaitan.” (QS. Maryam [19] : 45)

Ayah, Ibu… apakah kalian mengira bahwa kita diciptakan begitu saja dengan sia-sia, padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan:

“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kami tidak akan dikembalikan kepada kami ?” (QS. Al Mukminun [23] : 115)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan kita hanya untuk ibadah kepada-Nya, Allah ta’la berfirman :

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Ad Dzariyat [51] : 56)

Banyak ahli tafsir yang menafsirkan ya’budun (supaya mereka beribadah kepada-Ku) dengan yuwahhidun (supaya mereka mentauhidkan-Ku)

Bukan ibadah kepada Allah, tetapi beribadah hanya kepada Allah saja, karena banyak orang beribadah kepada Allah, namun disamping itu mereka juga beribadah kepada selain Allah, seperti yang dilakukan kaum musyrikin dahulu dan sekarang, baik yang mengaku muslim atau tidak.

Jadi yang dituntut itu adalah mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan segala macam bentuk ibadah, baik itu doa, isti’anah, sembelihan, persembahan, tasyri’ (penyandaran hukum) dan ibadah lainnya. Sedangkan tauhidullah ini tidak terealisasi kecuali dengan berlepas diri dari setiap ma’buud (yang diibadahi), matbuu’ (yang diikuti),muthaa’(yang ditaati) serta musyarri’ (pembuat hukum) selain Allah.

Ayah Ibu… itu tadi adalah inti dari “Dienul Islam.” Ini yang merupakan makna Laa ilaaha illallaah yang mana orang tidak menjadi muslim kecuali dengan merealisasikan hal itu. Semua rasul, inti dakwahnya adalah sama, yaitu beribadah kepada Allah dan menjauhi thaghut. Allah ta’ala berfirman :

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu…” (QS. An Nahl [16] : 36)

Laa ilaaha adalah meninggalkan thaghut dan kufur terhadapnya, sedangkan illallaah adalah beribadah hanya kepada Allah. Sedangkan meninggalkan thaghut atau menjauhi thaghut itu adalah dengan cara tidak beribadah kepadanya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku”, (QS. Az Zumar [39] : 17)

Orang yang beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa namun tidak meninggalkan ibadah terhadap thaghut, maka dia tidak merealisasikan Laa ilaaha illallaah, sehingga dia bukan lagi orang muslim. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al Baqarah [2] : 256)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan kufur tehadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya adalah atas Allah ta’ala” [HR. Muslim].

Sesungguhnya kufur terhadap segala yang diibadati selain Allah adalah sudah tercakup dalam Laa ilaaha illallaah, akan tetapi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menguatkannya dengan perkataan beliau : “…dan dia kufur terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah…”, beliau lakukan itu karena sangat pentingnya kufur terhadap thaghut yang mana ia adalah separuh tauhid, dan tauhid tidak sah kecuali dengannya.

Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata saat menjelaskan hadits diatas : “Dan (hadits) ini tergolong dalil paling agung yang menjelaskan makna Laa ilaaha illallaah karena beliau shalallahu ‘alaihi wasallam tidak menjadikan pengucapan Laa ilaaha illallaah sebagai penjaga darah dan hartanya, bahkan tidak pula pengetahuan akan maknanya bersama pengucapannya, bahkan tidak pula pengakuan terhadap (kebenaran) hal itu, bahkan tidak pula keberadaan dia tidak menyeru kecuali Allah saja, sehingga dia menyertakan terhadapnya sikap kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah, terus bila dia ragu/bimbang maka darah dan hartanya tidak haram…” [Ad Durar As Saniyah, Juz Jihad : 103]

Thaghut adalah sesuatu yang diibadahi selain Allah sedangkan dia ridla dengan peribadatan tersebut, baik itu orang atau jin atau yang lainnya. Sedangkan orang atau jin yang shaleh dan juga malaikat yang diibadahi padalah mereka tidak suka dengan peribadatannya tersebut, maka mereka tidak disebut thaghut, dan peribadatan tersebut pada hakikatnya adalah jatuh terhadap syaitan yang menghiasi peribadatan terhadap mereka itu, sehingga syaitanlah yang menjadi thaghut yang diibadati itu, sebagaimana Allah berfirman :

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Yasin [36] : 60)

Mengibadati syaitan di sini adalah mengikuti ajakan syaitan untuk beribadah kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa.

Dan sebagaimana perkataan Ibrahim kepada bapaknya :

“Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah.” (QS. Maryam [19] : 44)



Ini dikarenakan bahwa setiap peribadatan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada hakikatnya adalah beribadah kepada syaitan.

Ayah Ibu… sesungguhnya orang yang memalingkan salah satu macam ibadah kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah bukan orang muslim, karena ia tidak kufur kepada thaghut, meskipun dia mengaku muslilm dan mayoritas amal ibadahnya ditujukan kepada Allah, sebagaiman yag ditunjukan oleh ayat-ayat dan hadits di muka tadi.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam kitab An Nubuwwah 127: “Siapa yang beribadah kepada selain Allah di samping dia beribadah kepada Allah, maka dia bukan muslim.

Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Bila amal-amalanmu seluruhnya hanya ditujukan kepada Allah, maka kamu adalah muwahhid, dan bila di antara amalan itu ada penyekutuan terhadap makhluk maka kamu adalah musyrik.” [Ad Durar As Saniyah : 1/168]

Sedangkan orang berbuat syirik itu amal-amalannya hapus tidak ada artinya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar [39] : 65)

Ayah Ibu… orang yang berbuat syirik itu adalah kafir, sedangkan amalan kafir itu hapus pula, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“…Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al Maidah [5] : 5)

Memang rugi, karena dia telah banyak beramal ibadah di dunia, namun karena sebab syirik yang dia lakukan dan tidak bertobat darinya akhirnya di akhirat dia harus mendekam di penjara neraka dan amalan yang dilakukan ternyata hilang lenyap tak berbekas. Sebagaimana Firman-Nya Subhaanahu Wa Ta’aalaa:

“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka)” (QS. Al Ghasyiyah [88] : 2-4)

Itu bukan untuk sementara, akan tetapi kekal untuk selama-lamanya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al Maidah [5] : 72

Dan inilah sebagian apa yang telah Allah persiapkan bagi orang-orang musyrik atau kafir :

“…Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka, disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka, dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka), dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi, setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (kepada mereka dikatakan), “Rasailah azab yang membakar ini.” (QS. Al Hajj [22] : 19-22)

Ayah Ibu… setelah uraian tadi, ananda ingin mengajak kalian untuk meninggalkan kemusyrikan dan kekufuran yang masih saja kalian lakukan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.” (QS. Al Ahqaf [46] : 31)

Ayah Ibu… janganlah kalian meminta kepada orang yang sudah mati atau orang yang ghaib (yang tidak ada di tempat), apalagi meminta kepada batu, pohon, mata air, dan benda-benda lainnya, atau meminta kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Janganlah kalian lakukan itu semua, karena semuanya adalah syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam lagi menghapuskan amalan.

Janganlah kalian meminta do’a atau syafa’at kepada orang yang sudah meninggal dunia, meskipun itu adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, karena Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu menyeru apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Yunus [10] : 106)



Ayah Ibu… kalau mau minta itu semua, maka mintalah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bila kami meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika kamu minta tolong maka maka minta tolonglah kepada Allah” [HR. At Tirmidzi, hasan shahih]

Ayah Ibu… manfaat dan madharat, pemenuhan kebutuhan, penyelamatan dari bencana, dan pengkabulan do’a hanyalah di Tangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan bila itu diyakini dari selain Allah, maka itu adalah syirik akbar. Oleh karena itu jangan ikut-ikutan membaca shalawat Nariyyah (Munfarijah) yang dibuat-buat oleh kaum Quburiyyun karena isinya adalah syirik akbar, karena isinya banyak bertentangan dengan banyak ayat Allah dan hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya:

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya…” (QS. Yunus [10] : 107)

Ketauhilah… sesungguhnya shalawat syirik itu menjelaskan bahwa yang melenyapkan bencana atau kesulitan, memperkenankan keinginan dan kebutuhan adalah Rasulullah. Sungguh, ini adalah syirik yang lebih syirik dari orang kafir Quraisy, di mana mereka yakin bahwa hanya Allah-lah yang bisa menolong mereka dari kesulitan. Oleh sebab itu saat mereka ditimpa badai dan topan di tengah lautan mereka hanya memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

“Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya…” (QS. Lukman [31] : 32)

Dan Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk menghujjah mereka :

“Katakanlah : “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (Tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar!”, (Tidak), tetapi hanya Dia-lah yang kamu seru, maka dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepadanya, jika dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah). (QS. Al An’am [6] : 40-41)



Itulah mereka orang-orang kafir Quraisy, mereka lebih mengagungkan Allah daripada pembuat shalawat itu dan dari orang-orang yang mengamalkannya padahal dia mengerti akan isinya. Wahai Ayah Ibu, tinggalkanlah shalawat syirkiyyah itu…!

“Wahai bapakku, Sesungguhnya Aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi syaitan.” (QS. Maryam [19] : 45)



Ayah Ibu… kenapa kalian masih saja membuat tumbal? Ketahuilah… sesungguhnya tumbal itu syirik akbar, karena sembelihan itu adalah ibadah yang merupakan hak khusus Allah, bila Ayah memotong hewan untuk dikonsumsi keluarga tapi saat menyembelihnya engkau menyebut nama selain Allah maka engkau telah terjatuh ke dalam syirik isti’anah (syirik meminta tolong), dan bila engkau menyembelih untuk tumbal atau sesajian, maka engkau telah jatuh dalam syirik ibadah, meskipun saat menyembelihnya engkau membaca “Bismillah….” Bukankah saat ayah shalat dan dalam iftitah engkau mengucapkan :

“Sesungguhnya shalatku,, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah).” (QS. Al An’am [6] : 162)

Shalat, sembelihan, hidup dan mati kita adalah harus ditujukan kepada Allah saja. Sedangkan orang yang membuat tumbah maka berarti dia telah memalingkan sembelihan tersebut kepada Jin dan syaitan, padahal ini adalah syirik akbar. Sungguh, ananda mengkhawatirkan engkau tertimpa adzab dari Allah, kemudian engkau jadi teman syaitan… Ayah Ibu, sungguh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah” [HR. Muslim]

Ya, sungguh Al Imam An Nawawi Asy Syafi’iy rahimahullah telah berkata saat menjelaskan hadits ini di dalam Syarah Shahih Muslim tentang orang yang membuat tumbal itu: Bila orang yang menyembalih itu (asalnya) muslim, maka dengan sebab sembelihannya itu ia menjadi murtad.” Allah berfirman tentang saji-sajian yang biasa dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu :

“Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka : “Ini untuk Allah dan Ini untuk berhala-berhala kami.” Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak akan sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah akan sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.” (QS. Al An’am [6] : 136)

Ayah Ibu… yang ghaib itu hanya di tangan Allah, dan Dia tidak memperkenankan selain-Nya untuk mengetahuinya kecuali rasul-rasul-Nya saja dalam hal-hal yang Allah beritahukan terhadap mereka. Ayah Ibu… Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kahin (dukun), tukang ramal, orang pintar dan paranormal, sahir (tukang sihir/tenung/santet) semuanya adalah orang-orang kafir, bahkan mereka itu adalah para thaghut. Barangsiapa yang datang untuk sekedar bertanya atau konsultasi terhadapnya namun tidak mempercayai apa yang mereka katakan, maka orang itu tidak diterima shalatnya selama 40 malam. Rasulullah bersabda : “Siapa yang mendatangi ‘Arraf (orang pintar) lalu dia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya 40 hari” [HR. Muslim]. Dan bila mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan maka ia telah kafir, tidak bermanfaat segala amal ibadah yang dilakukan serta tidak ada harganya pengakuan Islam yang diklaimnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Siapa yang mendatangi ‘Arraf atau Kahin (dukun) lalu dia membenarkannya terhadap apa yang dia ucapkan, maka dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad” [HR Abu Dawud, An Nasai, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim].

Ayah Ibu… janganlah kalian terpedaya oleh syaitan, karena jarang dukun itu mengaku dirinya dukun, bahkan yang sering terjadi di tengah masyarakat adalah dukun dipanggil ustadz, kiyai, wali, ajengan, dan nama-nama lainnya. Banyak tanda-tanda dan ciri-ciri bahwa si fulan itu dukun walaupun orang menyebutnya kiayi, ustadz atau apa saja,di antaranya :

N Sebelum si pasien mengutarakan maksudnya, ternyata si dukun telah mengetahui maksudnya atau mengetahui daerah tempat tinggalnya, atau yang lainnya.

N Biasanya dia bertanya siapa nama si pasien dan nama ibunya.

N Menyuruh berpuasa dalam beberapa hari.

N Memberi azimat atau isim.

N Memberikan sesuatu untuk dikubur.

N Meminta hewan tertentu dengan warna tertentu.

N Menyuruh memotong hewan, kemudian darah hewan tersebut dioleskan pada si pasien atau disuruh membuangnya ditempat tertentu

N Berkomat-kamit dengan kalimat yang tidak dimengerti dan terkadang dibacakan ayat-ayat Al Qur’an untuk mengelabui. Dan yang lain-lainnya…



Ayah Ibu… bertaubatlah bila engkau pernah datang ke dukun ! karena Allah menerima taubat meskipun ia syirik dan kekafiran bila taubat itu dilakukan denga penuh ketulusan dan kejujuran.

Ayah Ibu… ananda mengkhawatirkan dirimu, orang-orang kafir senantiasa menebarkan kekafiran dan kemusyrikan di hadapan kita, mereka sebagaimana yang Allah katakan :

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).” (QS. An Nisa [4] : 89)

Dan yang mereka inginkan ini tercapai dengan gemilang, sebagaimana yang di sabdakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam :“Hari kiamat tidak akan terjadi sehingga kabilah-kabilah-kabilah dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik…” [HR. Abu Dawud, shahih]

Realita membuktikan kebenaran apa yang Rasulullah sabdakan, bukankah ayah ibu sering mendengar kata “Demokrasi” ?? juga ungkapan “Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat” ?

Dalam ajaran demokrasi, kedaulatan dan kekuasaan serta wewenang membuat hukum serta undang-undang berada di tangan rakyat yang mereka percayakan pada wakil-wakil mereka di Parlemen (MPR/DPR) lewat jalur pemilu.

1. Dalam ajaran demokrasi, sesungguhnya kebenaran itu adalah suara mayoritas
2. Dalam ajaran demokrasi sesungguhnya semua agama itu sama lagi di akui dan dibebaskan
3. Dalam ajaran demokrasi hukum yang dipakai adalah hukum buatan manusia atau hukum-hukum yang disahkan oleh mereka.

Ayah Ibu… apakah kalian ikut serta dalam pemilu, baik sebagai pemberi suara, panitia, saksi, petugas keamanannya atau tugas lainnya ?, bukankah pemili itu adalah pesta demokrasi ? sedangkan demokrasi itu adalah ajaran agama (dien) diluar Islam, karena dalam Islam sesungguhnya wewenang penetapan hukum hanya di tangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya :

“…Kewenangan hukum itu hanyalah kepunyaan Allah…” (QS. Yusuf [12] : 40)

Saat wewenang ini dilimpahkan kepada selain Allah, maka itu adalah syirik akbar sebagaimana dalam ajaran demokrasi. Pemilu adalah pelimpahan wewenang ini kepada Parlemen (MPR/DPR) dari rakyat, saat kalian ikut memberikan suara sedang Ayah dan Ibu mengetahui makna demokrasi, maka berarti engkau jatuh dalam syirik akbar.

Ayah Ibu… ketahuilah, rancangan apapun baik yang mirip aturan Islam atau tidak, yang disodorkanoleh fraksi atau partai manapun tidaklah menjadi undang-undang yang berlaku lagi memiliki kekuatan hukum kecuali setelah disahkan oleh lembaga hukum mereka, dan tentunya sebelumnya itu harus sejalan dengan Undang Undang Dasar yang ada, dan ini mereka nyatakan dengan jelas.

Ketahuilah, sesungguhnya dalam ajaran tauhid (Islam) dinyatakan :

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu…” (QS. Al Maidah [5] : 49)

Sedangkan dalam demokrasi, orang memutuskan dengan hukum buatan manusia, sama saja baik ada yang serupa dengan ajaran Islam atau tidak.

Dalam demokrasi, orang diperintahkan untuk mengikuti keinginan rakyat atau, mayoritasnya…

Dalam demokrasi, penguasa dihati-hatikan dari menyelisihi apa yang diinginkan oleh rakyat…

Apakah Ayah Ibu masih mendukung demokrasi ? kalau masih kurang jelas kekafiran sistem ini, maka ananda katakan : bukankah dalam demokrasi itu bahwa yang benar dan yang harus diikuti itu adalah suara seluruh atau mayoritas rakyat (manusia) ? padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan :

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al Baqarah [2] : 147)

Juga Allah mengatakan dalam firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah…” (QS. Al An’am [6] : 116)

Hukum yang digulirkan lewat demokrasi adalah hasil karya manusia meskipun asal rancangan sebagiannya di ambil dari sebagian ajaran Islam. Jadi hal itu bukanlah apa yang telah Allah turunkan, akan tetapi hal itu adalah apa yang mereka gulirkan, sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan dalam firman-Nya :

“…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al Maidah [5] : 44)

Dan hukum yang dihasilkan itu adalah wahyu syaitan, sebagaimana yang Allah jelaskan:

“Dan janganlah kamu memakan dari sembelihan yang tidak disebutkan Nama Allah saat menyembelihnya, karena itu adalah kefasiqan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS. Al An’am [6] : 121)

Ayah Ibu… janganlah kalian dukung demokrasi, jangan setuju dengan hasilnya, jangan terlibat dengan pelaksanaan pemilu.

Ayah Ibu… saya melihat kalian sangat bangga sekali dengan Pancasila, sampai-sampai kalian senang sekali bila si kecil sudah pandai bernyanyi Garuda Pancasila, dan dengan bangganya kalian pasang gambar lambang burung tersebut, bahkan kalian ikut merayakan hari kesaktiannya.

Ayah Ibu… ketahuilah, sesungguhnya falsafah Pancasila yang dibanggakan oleh kaum musyrikin di negeri ini adalah ajaran kufur lagi syirik yang “digali” dari bumi Indonesia. Mereka akui itu bukan ajaran samawi (langit) tapi ajaran bumi yang penuh dengan syaitan jin dan syaitan manusia.

Bukankah agama Pancasila mengakui semua agama-agama yang ada, semua direstui dan diridhai oleh “tuhan” Pancasila (burung garuda), sedangkan Tuhan Yang Maha Tinggi Allah hanya merestui dan meridhai satu saja, yaitu Al Islam.

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…” (QS. Al Maidah [5] : 19)

Kita heran, bukankah orang-orang Nashrani memiliki tuhan, orang-orang Budha juga memiliki banyak tuhan, orang-orang Hindu juga memiliki banyak Tuhan, sedang kaum muslim Tuhan mereka adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan agama serta kepercayaan lainnya yang memiliki banyak tuhan. Apakah satu Tuhan yang diibadati para pemeluk agama-agama dan kepercayaan di Indonesia ini atau banyak tuhan yang berbeda-beda ? maka jawabannya adalah banyak tuhan, akan tetapi kenapa sila kesatu dalam Pancasila dikatakan Ketuhanan Yang Maha Esa, bagaimana hubungannya? mudah sekali jawabannya, semua agama diakui oleh Pancasila serta Tuhan-tuhan yang banyak itu dilindungi dan disatukan oleh “Tuhan Yang Maha Esa” (dalam Pancasila) yaitu Burung Garuda…!!!

Maka apakah Ayah dan Ibu masih bangga dengan Pancasila ini ? Ananda percaya bahwa kalian tidak akan bangga dengan kekafiran.

Perlu Ayah dan Ibu ketahui, bahwa Pancasila memberikan kebebasan kepada orang untuk memeluk dan menganut agama serta keyakinan sesuai dengan kepercayaannya masing-masing, dalam ajaran Pancasila bila ada orang muslim keluar dari Islam, maka orang tersebut tetap dilindungi dan diakui, orang yang meminta-minta ke kuburan juga dilindungi, dan pokoknya semua bentuk kemurtaddan terbuka lebar dalam naungan Burung Garuda. Padahal dalam ajaran Islam, sesungguhnya orang murtad itu harus dibunuh, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Siapa yang mengganti agamanya, maka buhlah” [HR Al Bukhari]. Seandainya ada seorang muwahhid membunuh orang murtad tentulah hukum Pancasila menindaknya. Maka apakah Ayah dan Ibu masih mendukung Pancasila dan menyuruh si kakak untuk menjadi Patriot Pancasila…???

Selain itu ketahuilah wahai Ayah Ibu, sesungguhnya agama Pancasila mengajarkan pemeluknya untuk mencintai orang lain meskipun dia itu kafir atau orang murtad, karena semuanya adalah saudara sebangsa, sehingga tidak boleh memusuhinya, padahal Allah menyatakan :

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka…” (QS. Mujadillah [58] : 22)

Dan juga Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“…Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. An Nisa [4] : 101)

Memusuhi orang-orang dan musyrik adalah ajaran semua rasul, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka : “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…” (QS. Al Mumtahanah [60] : 4)

Para ulama tafsir bekata bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang bersama Ibrahim adalah para Rasul dan umatnya yang beriman.

Memusihi orang kafir adalah ajaran Tauhid, sedangkan mencintai orang kafir adalah adalah ajaran syirik Pancasila, sedangkan memusuhi orang muwwahid mujahid adalah ajaran syirik Pancasila. Tidak mungkin dua ajaran yang kontradiksi itu berjalan dalam satu waktu pada diri seseorang, bila ajaran Pancasila ada pada diri seseorang maka tauhid lenyap. Dan tidak mungkin ada seorang muslim yang berpancasila, orang muslim pasti menolak Pancasila.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :“Ikatan iman yang terkuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah” Apakah ayah dan ibu masih mendukung Pancasila ??

Kalau ingin lebih mengetahui kekafirannya, maka saya tambahkan lagi… Ketahuilah, sesungguhnya Pancasila mengajarkan bahwa kepentingan nasional harus didahulukan atas semua kepentingan termasuk agama, oleh sebab itu semua hukum yang berkaitan dengan agama tidak dipakai karena mengganggu “Kestabilan nasional” , hukum pidana Islam, jihad terhadap orang kafir, jizyah atas ahli kitab dan yang lainnya ditiadakan karena merusak hubungan Nasional. Nasionalisme adalah segalanya… padahal Allah mengatakan :

“Jika bapak-bapak, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya…” (QS. At Taubah [9] : 24)

Jadi Nasionalisme adalah bentuk kekafiran lain yang didoktrinkan kepada pemeluknya. Sebenarnya masih ingat kekafiran-kekafiran yang menjadi inti dari ajaran Pancasila ini. Dan dikarenakan Pancasila adalah ajaran pemerintah RI ini yang mana mereka anut dan junjung tinggi, sedangkan pemerintah kafir itu adalah sifatnya sebagaimana yang Allah firmankan :

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)…” (QS. An Nisa [4] : 89)

Makna realita disini, mereka (pemerintah RI) ingin supaya kamu menjadi Pancasilais sebagaimana mereka menjadi Pancasilais lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Oleh sebab itu semua jenjang pendidikan negeri atas swasta yang ingin disamakan oleh pemerintah harus ada materi PPKN yang wajib, bahkan hal itu adalah syarat kelulusan. Bila semua materi lulus tapi PPKN-nya tidak lulus, maka si anak tidak mungkin lulus. Sedangkan yang didoktrinkan di dalam materi itu adalah kekafiran Pancasila dan si anak tersebut tidak bisa lari dari ulangan dan ujian bila ingin lulus, sedangkan dalam ujian itu tidak akan terlepas dari pengakuan atau sanjungan, atau pujian terhadap Pancasila dan ajarannya. Padahal itu semua adalah kekafiran. Bukankah ayah dan ibu dahulu mengalami hal yang sama, sehingga mati rasa kepekaan akan kekafiran ini, dan sekarang kalian mau mengulanginya lagi pada anak kalian ???

Apabila ayah dan ibu berkilah bahwa si anak benci akan kekafiran itu dan ia hanya mengucapkan di lisan saja atau dituangkan di dalan tulisan saja tanpa ada keyakinan hati, maka saya katakan : kekafiran itu tidak disyaratkan untuk diiringi dengan hati, karena tujuan orang-orang kafir itu tidak menguasai hati, dan justru yang mereka inginkan adalah persetujuan secara dhahir, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti ajaran mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (QS. Al Baqarah [2] : 120)

Dan dalan ayat yang lain :

“Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang dzalim” (QS Al Baqarah:145)

Orang-orang yang dzalim di sini adalah orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya :

“…dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim…” (QS. Al Baqarah [2] : 254)

Para ulama menjelaskan,dan di antaranya Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Alu Asy Syaikh rahimahullah dalam Ad Dalaail : “Bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani juga orang-orang musyrik tidak akan rela sehingga kaum muslimin mengikuti ajaran mereka, dan yang mereka inginkan itu bukanlah perubahan keyakinan hati, karena mereka tidak bisa menguasainya, namun mengikuti mereka secara dhaihir saja”.

Apabila ayah dan ibu berkilah bahwa si anak melakukannya hanya main-main dan tidak serius, maka jawabannya adalah sama saja karena hal tersebut masuk ke dalam ayat-ayat tadi, baik serius ataupun main-main. Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah berkata : “Para ulama telah ijma bahwa orang-orang yang mengucapkan kekufuran seraya main-main, maka sesungguhnya ia telah kafir, maka apa gerangan dengan orang-orang yang menampakan kekafiran karena takut dan ingin dunia ?” [Ad Dalaail]

Syaikh Sulaiman rahimahullah juga berkata : Sesungguhnya orang bila menampakan terhadap kaum musyrikin sikap setuju atas ajaran mereka karena takut dari mereka, lemah lembut terhadap mereka atau basa-basi untuk menghindari kejahatan mereka, maka sesungguhnya mereka itu kafir seperti mereka walaupun tidak suka terhadap ajaran mereka, membenci mereka serta walaui cinta pada Islam dan kaum muslimin” (Ad Dalaail )

Ini dikarenakan Allah berfirman setelah ayat kemurtaddan :

“Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasannya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir”. (QS. An Nahl [16] : 107)

Ayah Ibu… sekarang kalian mengerti bahwa anakmu dididik dengan pendidikan kekafiran, dan minimal dia bisa lulus dengan syarat melakukan kekafiran meskipun di hati dia benci ~dan ini jarang~ sedangkan umumnya disertai hati dididik dan ujian, sedangkan kalian tahu benar, apakah kalian restu dan ridha terhadap kekafiran ???

Sadarlah dan bangunlah kalian dari tidur kalian selama ini…

Ketahuilah bahwa sesungguhnya kebejatan anakmu adalah hasil pendidikan dari sekolah-sekolah itu, sesungguhnya Fir’aun kejam karena membunuh semua anak laki-laki tapi si anak itu mati di atas fithrah tauhid dan kelak mereka di akhirat masuk surga. Akan tetapi Fir’aun-Fir’aun sekarang di negeri ini mematikan fithrah tauhid anak-anak sehingga mati rasa layaknya mayat, dan apabila Fir’aun-Fir’aun itu tidak mampu membunuh fithrahnya sewaktu masik kanak-kanak maka baru mereka membunuhnya di kala dewasa saat menjadi muwahhid mujahid, atau paling tidak dipenjarakan !

Ayah Ibu… sesungguhnya kalian tidak berstatus muslim apabila tidak kufur terhadap thaghut, yaitu meninggalkan ibadah terhadap thaghut, sedangkan thaghut terbesar di negeri ini adalah dustur (Undang Undang Dasar) dan qawanin (undang-undang). Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”. (QS. An Nisa [4] : 60)

Thaghut di sini adalah undang-undang buatan (UUD dan UU), orang yang membuatnya dan memutuskan dengannya. Sedangkan beribadah kepada UUD atau UU adalah dengan cara mengikutinya, berhakim kepadanya, menerima dan pasrah pada aturan-aturannya serta ridha dengannya.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Thaghut adalah sesuatu yang dilampaui batasnya oleh si hamba, baik itu yang diibadati, atau yang diikuti atau yang ditaati, maka thaghut setiap kaum adalah yang dirujuk hukum oleh mereka selain Allah dan Rasul-Nya, atau mereka ibadati selain Allah atau mereka ikuti tanpa ada bashirah (pedoman) dari Allah”

Jadi setiap yang dirujuk hukum selain ajaran Allah adalah thaghut, baik berupa manusia (hakim, jaksa, dan yang lainnya) atau berupa undang-undang.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata saat menjelaskan ayat di atas: “Sesungguhnya ayat ini mencela setiap orang yang berpaling dari Al Kitab dan As Sunnah, serta justru mereka berhakim kepada selain keduanya (yaitu) berupa hukum-hukum bathil, dan ialah yang dimaksud thaghut disini”.

Ayah Ibu… saya ingatkan, bukankah dahulu saat menjabat posisi di pemerintahan ini atau saat dilantik menjadi PNS, engkau pernah bersumpah atau memberikan sumpah atau menanda tangani berita acara sumpah setia kepada Undang Undang Dasar dan loyal kepada Negara Kafir Republik Indonesia serta Pancasila? Sungguh itu adalah ucapan dan perbuatan kekafiran, oleh sebab itu kalian harus taubat dari sumpah itu, dan kalau tidak berarti kalian masih berada dalam kekafiran…!!

Bila saja orang yang menyatakan akan mengikuti sebagian urusan kekafiran, maka Allah memvonisnya murtad :

“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka”. “Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kamu dalam sebagian urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka”. (QS. Muhammad [47] :25- 26)

Lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan saat mati :

“Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka ?” (QS. Muhammad [47] : 27)

Kenapa mereka diadzab seperti itu :

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka”. (QS. Muhammad [47] : 28)

Sedangkan ayah dan ibu telah mengikuti Undang Undang Dasar dan undang-undang buatan yang mana ia menimbulkan murka Allah, bahkan berikrar sumpah untuk setia kepada thaghut itu… Jika kalian berkilah dengan mengatakan : “Saya bersumpah itu hanya berbohong saja dan di hati tidak ada niat untuk merealisasikan isinya”, maka jawabannya sama saja… karena Allah juga memvonis kafir terhadap orang-orang yang berjanji untuk melakukan hal-hal kekafiran akan tetapi sebenarnya ia dusta saat berjanji dan tidak ada niat untuk merealisasikannya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara Ahli Kitab : “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.” dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta”. (QS. Al Hasyr [59] : 11)

Orang munafiq di dunia dihukumi muslim, akan tetapi tatkala menampakkan pembatal keIslaman maka ia di vonis murtad saudara-saudara orang kafir. Sedangkan kekafiran pada ayat di atas adalah janji mereka membantu Yahudi jika diperangi Rasulullah, padahal janji mereka itu dusta. Jadi, bila saat bersumpah ibu lakukan sembari dusta, maka perbuatan itu adalah tetap suatu kekafiran, oleh karena itu taubatlah dari sumpah itu karena ia adalah sumpah yang merupakan kekafiran…!!

Ayah menjadi pelindung (tentara/polisi) kekufuran yang merupakan kekafiran juga, saya lihat dan mendengar kalian ingin bila si anak menjadi Polisi atau tentara agar bisa berbakti untuk negara. Ketahuilah, sesungguhnya negara ini adalah sebuah negara kafir (Undang Undang Dasar + Pancasila + Nasionalisme + undang-undang buatan), sedangkan tentara dan polisi itu adalah pelindung sistem thaghut tersebut dan yang mengamankan setiap orang yang berupaya merong-rong para thaghut itu. Merekalah yang mengangkat senjata bila ada para muwahidin berjihad dalam rangka menumbangkan sistem thaghut yang ada. Mereka saat berperang bukanlah dalam rangka menegakan kalimat Laa ilaaha illallaah, namun dalam rangka menegakan dan mengokohkan sistem thaghut dan wali-wali syaitan sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :

“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu…” (QS. An Nisa [4] : 76)

Oleh sebab itu tentara dan Polisi adalah orang-orang kafir lagi wali-wali syaitan yang berdiri di jalan thaghut. Apakah ayah dan ibu rela anaknya menjadi kafir lagi sebagi wali syaitan ??

Ayah Ibu… masih ada satu lagi yang ingin ananda sampaikan. Ananda bersyukur ayah dan ibu telah memahami tauhid ini, tetapi ananda sangat kecewa saat ayah menyampaikan bahwa boleh melakukan kekafiran dengan alasan siasat (taqiyyah) karena takut dari orang kafir, lalu ayah berdalih dengan firman Allah yang ditafsirkan secara serampangan :

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.…” (QS. Ali Imran [3] : 28)

Ketahiulah wahai ayah, sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang orang-orang mukmin dari tawalliy terhadap orang-orang kafir, dan Dia vonis pelakunya sebagai orang kafir pula :

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin mereka, sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Dan siapa yang tawalliy kepada mereka di antara kalian maka, maka sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim” (QS. Al Maidah [5] : 51)



Tawalliy adalah membela orang-orang kafir dan mendukukng mereka atas kaum muwahhidin dengan lisan atau dengan senjata, atau mengikuti dan setuju akan kekafiran dan kemusyrikan mereka serta membantu mereka terhadap kekafirannya.

Dan Allah kabarkan bahwa mayoritas orang yang jatuh dalam tawalliy ini adalah karena faktor takut, namun Allah tidak mengudzur mereka karena alasan takut itu, Dia tetap memvonis mereka kafir, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman setelah ayat tadi :

“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: “Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu ?” rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi”. (QS. Al Maidah [5] : 52-53)

Allah memvonis bahwa di hati mereka itu ada penyakit, lalu Allah kuatkan bahwa kekafiran mereka itu membuat amalannya rusak binasa. Dan Allah tidak menjadikan rasa takut yang bukan ikrah (paksaan) itu sebagai udzur (alasan) dalam penampakan tawalliy.

Adapun taqiyyah (siasat) adalah bersikap hati-hati dari bahaya orang-orang kafir dengan cara menyembunyikan sikap permusuhan terhadap mereka dan dengan cara lembut terhadap mereka dalam kondisi takut dari mereka, sengan syarat tidak membantu mereka atas kekafirannya atau tawalli terhadap mereka atau melakukan pembatal keIslaman. Dan hukum taqiyyah adalah boleh berdasarkan firman Allah dalam surat Ali Imran : 28 bila takut dari orang-orang kafir.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata saat menjelaskan surat Ali Imran : 28 : “Dan sudah diketahui bahwa tuqaah (taqiyyah) itu bukan muwaallaah (loyalitas), akan tetapi tatkala Allah melarang mereka dari muwaallaah kuffar (loyal terhadap orang-orang kafir), maka hal itu menuntut untuk memusuhi mereka, bara’ah dari mereka dan terang-terangan di hadapan mereka dengan sikap permusuhan itu dalam setiap kondisi, kecuali bila mereka takut dari kejahatan mereka, maka Allah membolehkan taqiyyah bagi mereka, sedangkan taqiyyah itu bukan loyalitas” [Badari’ul Fawwaza’id : 2/69]

Jadi taqiyyah (siasat) itu adalah menyembunyikan permusuhan di hati saja dan tidak menampakan sikap permusuhan itu di luar, dan hal ini boleh apabila takut dari orang-orang kafir dengan syarat tidak ikut dalam kekafiran mereka atau melakukan pembatal keIslaman, karena kalau ikut dalam kekafiran mereka, maka ini bukan taqiyyah (siasat) akan tetapi tawalliy.

Syaikh Sulaiman Ibnu Sulaiman Alu Asy Syaikh rahimahullah berkata : “Para ulama berijma bahwa orang yang menampakan kekafiran seraya bercanda, maka sesungguhnya dia itu kafir, bagaimana gerangan dengan orang yang menampakan kekafiran kekafiran karena takut dan menginginkan suatu tujuan dunia !” [Ad Dalaail]

Beliau juga berkata : “Sesungguhnya orang yang menampakkan terhadap kaum musyrikin sikap setuju atas ajaran mereka karena takut dari mereka, bersikap lembut terhadap mereka dan mudahanah (basa-basi) untuk menghindari kejahatan mereka, maka sesungguhnya dia itu kafir seperti mereka, mskipun tidak menyukai ajaran mereka, membenci mereka dan mencintai Islam dan kaum muslimin” [Ad Dalaail]

Ayah Ibu… ketahuilah, bahwa kekafiran itu hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala bolehkan saat dipaksa (ikrah), sedangkan takut itu bukan ikrah…

Ini kiranya yang ananda ingin sampaikan kepada ayah dan ibu. Ananda lakukan karena kasihan terhadap kalian berdua…

Ya Allah, saya telah menyampaikan apa yang menjadi tanggung jawab hamba…

Ya Allah, bukakanlah hati orang tua hamba untuk menerima dan mengamalkan kebenaran ini…

Ya Allah, kuatkan hamba dan ikhwan sekalian di atas tauhid ini…

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu) : “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu” maka kamipun beriman…

Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah kami dari kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti…

Ya Tuhan Kami, berikanlah kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan Rasul-Mu dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tiada menyalahi janji…

-Atas nama anak-anak yang bertauhid di sijn PMJ-

Senin, 03 Mei 2010

Wasiat dari Mujahid



Berikut adalah wasiat dari para mujahidin di Indonesia. Semoga Allah merahmati mereka.

  • Klik disini untuk Ust.Abu Jabir (Urwah)


  • Klik disini untuk Ust.Nurdin
  •